Kamis, 17 November 2011

Ini Cerpen buatan saya yang ke dua. Yang pertama masih berada dalam flashdisk haha #penting-_-
well, mohon maklum kalau ceritanya gimana gitu. masih amatiran banget. awalnya cuma nyoba nyoba bikin buat jurnal:-)
selamat membaca!

  Senyuman Terakhir Ayah
          Nurul Amaliya X-4
“Ayah, setelah lulus SMA nanti, aku ingin melanjutkan sekolah ke Universitas”
Suara itu begitu pelan, nyaris tak terdengar. Aura tahu ayahnya bisa saja tersinggung, ia juga sempat menduga bahwa ayah akan marah padanya.
“Ya. Jika ayah masih sanggup membiayaimu”

Ayah menjawab sangat singkat. Tanpa berbicara apapun lagi. Aura sangat menyesal, mengapa ia harus berbicara begitu pada ayahnya. Harusnya ia cukup tahu diri, ayahnya sudah cukup tua, bekerja sebagai pedagang kaki lima sebuah mainan anak-anak dari pagi buta hingga sore hari.
Untuk makan pun terkadang sulit. Ayah seringkali mengorbankan dirinya yang tak makan, asalkan Aura dan adiknya dapat makan. Sementara ibu, telah meninggal 2 tahun lalu karena kangker yang dideritanya.

Melanjutkan sekolah ke Universitas itu benar-benar impian besar Aura. Namun, mimpi itu mendadak ia kubur dalam-dalam setelah mengetahui hal itu akan sulit sekali baginya. Terutama Ayah.

Pagi itu, Aura seperti biasa bangun pukul 04.00 tepat. Ia bergegas shalat Subuh, Membereskan rumah dan tak lupa meyiapkan sarapan untuk ayah dan adiknya.

“Ini sarapannya yah”
“Kau sudah makan ra?” Jawab Ayah.
“Ehm…sudah kok yah,tadi aku sarapan duluan.”
“Kau sedang tidak membohongi ayah kan?”
“Tentu saja tidak lah. Ayo yah sarapan dulu.”

Aura sebenarnya berbohong. Ia sama sekali belum sarapan, persediaan makanan untuk hari ini sangat sedikit, tidak mungkin cukup untuk mereka bertiga. Aura tahu ayah pasti capek, adiknya yang masih kelas 2 SD itu tentu saja harus makan.


 Jadi biarlah ia yang mengorbankan tak makan hari ini demi Ayah dan adiknya.
Setelah ayah dan adiknya pergi, Aura berangkat sekolah dengan berjalan kaki. Jarak dari rumah ke sekolahnya lumayan jauh, tapi bagi Aura itu tidak menjadi halangan. Baginya, dari pada naik kendaraan umum dan mengeluarkan uang lebih baik ia berjalan kaki, lagi pula itu menyehatkan bukan?
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aha! Sesampainya Aura di sekolah, ia baru ingat bahwa ini pengumuman olimpiade Biologi yang ia ikuti dua minggu yang lalu. Ia terpilih menjadi perwakilan dari sekolahnya bersama 4 orang lainnya.

“astagfirullah, kenapa aku bisa sampai lupa? Tapi,mana mungkin aku menang. Sainganku sangat hebat hebat waktu itu” batinnya lirih.

Saat upacara bendera. Bapak kepala sekolah memberikan amanat, sekaligus pengumuman pemenang Olimpiade biologi se-JawaBarat itu. Aura tampak gelisah, perasaannya tak tenang.

“Bapak Ucapkan selamat karena pemenang Olimpiade Biologi yang di adakan dua minggu lalu adalah dari perwakilan sekolah kita”

Aura semakin menegang. Ia rasanya tak ingin mendengar apa yang bapak kepala sekolah katakana. Ia buru-buru menutup telinganya.

“Selamat kepada ananda Aura Liananda dari kelas XII IPA 5 sebagai Juara Pertama Olimpiade Biologi Se-Jawa Barat. Kepada ananda Aura silahkan maju kedepan”

Aura masih mendengar apa yang bapak kepala sekolah bicarakan tadi, meskipun ia telah berusaha menutupi telinganya dengan susah payah.
Seketika itu pula wajahnya memucat. Ia tak tahu harus bagaimana, rasanya ini seperti mimpi. Aura maju kedepan. Pikirannya entah berada dimana. Yang jelas ia masih belum percaya, dan merasa terharu.

“Aura selamat atas kemenanganmu, kita semua bangga padamu. Kamu mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke Universitas yang kamu mau.”

Aura tergejut. Ia sama sekali tak tahu bahwaakan seperti ini jadinya. Aura tak dapat menahan tangisnya. Aura menangis terharu. Allah mengabulkan impian besarnya dari doa-doa yang ia panjatkan setiap hari. “Terimakasih Ya Allah” ucapnya dalam hati.”

Aura ingin segera bel pulang berbunyi. Ia ingin segera memberi tahu ayah, ayah pasti senang atas apa yang di perolehnya.
Bel Pulang pun berbunyi dengan nyaringnya. Aura tak membuang waktunya lagi, ia langsung pulang ke rumah dengan berlari, sambil memegang kertas beasiswa yang ada di tangannya.


Sampai di depan rumah, Aura agak heran, mengapa di depan rumah banyak orang?tidak seperti biasanya pikirnya.
“Ada apa ini pak, bu?” Tanya Aura.

“Neng, bapaknya tadi kecelakaan. Tertabrak mobil saat akan pulang…”

“Apaaa??!! Ayah saya? Bagaimana bisa? Lalu dimana ayah saya sekarang?” Aura meneteskan Airmata.

“Di dalam, Di kamar.”
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tanpa pikir panjang, Aura berlari menuju kamar ayah. 


Sampai disana, air matanya mengalir sangat deras. Ia melihat tubuh ayah penuh dengan darah. Matanya terpejam.


“Ayahhhhh…..kenapa ayah bisa seperti ini?ayah bisa mendengarku?” Tanya aura dengan sesenggukan.

“Aura. Kau sudah pulang?bagaimana hari ini sekolahmu?” ayah menjawab dengan tersenyum.

“Lupakan itu, yah. Kenapa ayah tidak di bawa ke rumah sakit? Ayo sekarang kita ke rumah sakit.”

“Tidak. Ayah tak perlu ke rumah sakit. Lebih baik uangnya kamu tabung, untuk melanjutkan sekolahmu ke Universitas. Lagi pula……Ayah tak kan lama lagi ada di sini.”

“Ayah bicara apa? Ayah tidak boleh bicara seperti itu. Ayah pasti akan sembuh! Apa artinya sekolah ke Universitas jika tak ada ayah di sampingku? Lebih baik aku tak sekolah daripada harus kehilangan ayah.” Tangis Aura semakin dalam.
“Sebenarnya, aku mendapat beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke Universitas berkat Olimpiade Biologi yang aku ikuti, yah. Tapi, itu semua tak berarti lagi.” Aura melanjutkan kata-katanya.

“Benarkah ?Ayah senang sekali, ayah bangga padamu. Kamu harus berjanji pada ayah, kamu akan melanjutkan pendidikanmu sampai tamat, meraih cita-cita mu. Walau….tanpa ayah, ya?”

“Tolong ayah jangan berbicara begitu, Aku sayang ayah.” Aura memeluk tubuh ayahnya.

“Jika kamu sayang ayah, berharti kamu harus berjanji pada ayah. Ya?”

Aura pasrah. Ia hanya mengangguk untuk menjawab ayah. Ia tak tahu harus berbicara apa lagi pada ayah. Yang hanya ia ingin sekarang adalah ayah tak kan pergi darinya.

Ayah tersenyum. Lalu menghembuskan nafas terakhirnya. Di depan Aura. Aura tak dapat menangis lagi. Air matanya mungkin sudah habis untuk ayahnya. Ia berharap air matanya dapat membuat ayah kembali. Tapi itu tak mungkin.


Aura mencium kening ayahnya. Lalu dengan perlahan mendekati telinganya..
“Dengar ayah, ayah adalah ayah yang terbaik untukku. Terimakasih untuk kasihmu yang telah mengasihiku. Dan aku akan menepati janjiku, aku akan terus melanjutkan sekolah dan cita-citaku hanya untuk mu, ayah.”













Sabtu, 12 November 2011

Kenalan Dulu..

Hai!
Nama saya Nurul Amaliya, sering di panggil Nurul, atau bebas lah terserah kalian semua mau panggil saya apa wkwk(?)-_- saya kelas 10 yang bersekolah di SMAN 21 Bandung.
Hm.... sebenarnya blog ini sudh saya buat dari dulu, masa kejayaan presiden soeharto pun kalah lama dengan lamanya blog ini sudah di buat.
Berhubung saya males banget nih nulis di blog (abis buat,terus udah deh lupa) jadi saya ga pernah posting disini.
Faktor lain yang buat saya gapernah buka blog diantara lain:
1. bingung mau posting apa.
2. Gak ada waktu(banyak tugas,ulangan) *alibi pelajar*
3. Hm... Apa lagi ya?

Haha sekiranya itu.
Intinya blog ini insyaallah untuk kedepannya akan saya isi dengan berbagai cerpen,artikel,puisi,atau cerita saya. Yang terakhir itu agak gak penting sebenarnya. Well, doakan saja semoga blog ini bisa saya urus. Saya juga sedang belajar bikin cerpen,artikel atau puisi,masih amatiran hehe. Insyaallah nanti saya akan share disini. :)

Oke itu saja mungkin perkenalan dari saya. Enjoy! ;D

*brb bersih bersih debu*